Kamu online 24 jam, tapi offline dari jiwa sendiri.

Jangan Sedih—Ketemu Orang Baik Itu Obat, Bukan Kebetulan

Pernah ngerasa kayak ghost di pesta? Di tengah keramaian, semua orang ketawa, selfie, live story—tapi kamu cuma scroll-scroll, ngerasa… kayak ada yang kosong?

Kamu online 24 jam, tapi offline dari jiwa sendiri.

Jangan sedih. Bukan kamu yang aneh. Zaman ini memang glitch. Kita punya ribuan “teman”, tapi cuma segelintir yang tahu kalau kamu nangis semalam karena rindu yang tak tersampaikan. Kita bisa DM siapa saja, tapi susah banget DM hati sendiri: “Kamu baik-baik aja, kan?”

Nah, di sinilah kuncinya.

Allah pernah bilang lewat lisan Nabi-Nya:

“Jangan bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita.”
(La tahzan, innallaha ma’ana – QS At-Taubah: 40)

Tapi tahukah kamu? Salah satu cara Allah menunjukkan “kebersamaan”-Nya… adalah lewat orang-orang di sekitarmu.

Ketenangan Itu Bukan Ditemukan di Gua—Tapi di Senyum Tetangga

Kita sering salah kaprah. Kita kira ketenangan itu datang dari me time, dari retreat ke gunung, dari mematikan notifikasi, dari ghosting dunia. Padahal, jiwa yang sehat itu gak cuma butuh ruang—tapi juga akar.

Dan akar itu tumbuh lewat hubungan.

Bayangkan jiwa kita seperti pohon. Bisa saja dia berdiri sendirian di padang gurun. Tapi tanpa jaringan akar yang saling menyambung dengan pohon lain, dia gampang roboh saat badai datang.

Allah nggak ciptakan kita buat hidup seperti Wi-Fi yang standalone. Kita diciptakan buat saling connect—bukan cuma follow, tapi feel. Bukan cuma like, tapi love.

Perbaiki Hubungan, Allah Perbaiki Hatimu

Dalam Al-Qur’an, Allah nggak cuma suruh kita shalat dan puasa. Dia juga suruh kita menjaga silaturahmi—bahkan dengan orang yang pernah menyakiti kita.

Kenapa?

Karena setiap kali kamu memilih memaafkan, kamu nggak cuma lepasin beban orang lain—kamu lepasin jeruji yang mengurung jiwamu sendiri.

Setiap kali kamu nelpon ibu, bukan cuma via WA tapi lewat suara asli yang bergetar, kamu nggak cuma menghangatkan hatinya—kamu nyambungin kabel listrik ke jiwa yang sempat mati suri.

Setiap kali kamu dengerin teman tanpa buru-buru kasih solusi, kamu nggak cuma jadi pendengar—kamu jadi terapi hidup berjalan.

Dan tahukah rahasia paling indah?

“Barangsiapa yang menjaga hubungan dengan makhluk-Ku, Aku akan menjaga hubungan dengannya.”

Tantangan 30 Hari: Jadi Manusia yang Menyembuhkan

Gak perlu jadi malaikat. Cukup jadi manusia yang berani memulai.

  • Hari 1–7: Maafin satu orang. Gak usah ketemu. Cukup doakan dia di sepertiga malam. Rasakan beban itu pergi pelan-pelan.
  • Hari 8–14: Telepon keluarga. Bukan buat nanya kabar, tapi buat bilang: “Aku kangen suaramu.”
  • Hari 15–21: Dengarkan. Tanpa judgment. Tanpa buru-buru kasih solusi. Cuma dengar. Titik.
  • Hari 22–30: Hadir. Di majelis ilmu, di warung kopi, di grup RT, di mushalla—hadir dengan jiwa, bukan cuma badan.

La Tahzan—Karena Kita Tidak Pernah Sendiri

Allah tidak menjauh saat kau sedih. Justru, Dia mungkin mengirimkan seseorang—bisa jadi lewat pesan tak terduga, lewat senyum asing di masjid, lewat tawa lama yang tiba-tiba kembali—untuk mengingatkan:

“Aku di sini. Dan Aku tak pernah membiarkanmu sendirian.”

Jadi, hari ini… jangan cuma cari ketenangan. Jadilah ketenangan itu sendiri—lewat satu panggilan, satu maaf, satu kehadiran yang tulus.

Karena ketenangan sejati bukanlah ketika dunia diam. Tapi ketika hatimu menemukan tempat pulang…
dalam kebersamaan yang menyembuhkan.


يَا اللَّهُ، اجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

Artikel Populer

Apa rahasia di balik kesuksesan para miliarder?

ANATOMI KECANDUAN: Bagaimana Drama Korea Merampok Waktu Hidup Lo

Sabar yang Hidup – Bukan Pasif, Tapi Penuh Daya

PUBLIKASI

  • Sedang memuat...

Arsip