Jangan engkau anggap remeh adab

 

Wahai Jiwa yang Gelisah… Dengarkanlah Nasehat Ini

Wahai jiwa yang letih, yang sering merasa terasing di tengah keramaian, yang mencari makna di balik setiap kegagalan dan kekecewaan—jangan engkau anggap remeh adab.

Karena adab bukanlah sekadar aturan sopan santun yang diajarkan di sekolah atau di meja makan. Adab adalah cahaya suci yang hanya bisa dipancarkan oleh hati yang lurus, yang takut kepada Allah, dan yang sadar bahwa setiap langkahnya sedang diperhatikan oleh Sang Maha Melihat.

Bukan mulut yang fasih berbicara yang membuatmu mulia. Bukan gelar akademis yang menghiasi namamu. Bukan pula jumlah pengikut di media sosial yang menentukan nilai dirimu di sisi Allah. Yang akan dikenang orang—bahkan setelah jasadmu dikembalikan ke tanah—adalah keluhuran adabmu. Senyummu yang menenangkan. Sabarmu yang tak goyah. Kerendahan hatimu yang tak pernah mencari pujian.

Ilmu Tanpa Adab: Cahaya yang Menjadi Api

Ingatlah, wahai penuntut ilmu: Orang yang berilmu tetapi tak beradab bagaikan pedang tajam di tangan anak kecil. Ia memiliki senjata ampuh, tapi tak tahu cara menggunakannya. Ia bisa melukai dirinya sendiri—dengan kesombongan, dengan merendahkan yang tak seilmu dengannya—dan ia juga melukai orang lain—dengan kata-kata yang menusuk, dengan sikap yang menutup pintu hidayah.

Sementara itu, orang yang beradab—meski ilmunya sedikit, uangnya terbatas, dan namanya tak dikenal—adalah sumber kedamaian. Ketika ia masuk ke suatu majelis, suasana menjadi tenang. Ketika ia berbicara, kata-katanya menyejukkan. Ketika ia diam, kehadirannya tetap memberi rasa aman. Karena adab bukan milik orang terpelajar—ia milik siapa saja yang mau menghiasi jiwanya dengan takwa.

Jika Kau Ingin Dicintai Allah…

Jika kau rindu cinta Allah, maka jangan hanya memperbanyak shalat—perbaikilah adabmu dalam shalat. Shalatlah seolah engkau melihat-Nya. Dan jika kau tak mampu melihat-Nya, ingatlah: Dia melihatmu.

Jangan biarkan shalatmu menjadi rutinitas gerakan kosong. Biarlah setiap takbir menggetarkan hatimu. Biarlah setiap sujud membuatmu merasa hina di hadapan-Nya—bukan karena takut siksa, tapi karena malu telah menyia-nyiakan kasih-Nya selama ini.

Adab kepada Allah juga berarti: Bersyukur saat kau diberi, bersabar saat kau diuji, menahan lisan dari gosip, membersihkan hati dari dengki, dan selalu kembali—meski kau terjatuh berulang kali.

Jika Kau Ingin Dihormati Manusia…

Jangan cari hormat dengan membanggakan diri, menonjolkan kelebihan, atau merendahkan orang lain. Sebab penghormatan sejati lahir dari kerendahan hati, bukan dari pujian.

Kerendahan hati bukan tanda kelemahan. Ia justru bukti kekuatan jiwa yang telah menemukan kebenaran: bahwa segala kebaikan berasal dari Allah, dan segala kekurangan adalah bagian dari ujian-Nya.

Orang yang rendah hati tidak takut dianggap biasa—karena ia tahu, Allah mencintai hamba yang tawadhu’, bukan yang gemar pamer.

Jika Kau Ingin Surga…

Maka mulailah dari kaki ibumu.

Jangan kau bayangkan surga hanya sebagai taman indah di langit sana. Ia juga hadir di sini—di setiap pelukan yang kau berikan pada ibumu yang letih, di setiap suara lembut ketika ayahmu bertanya untuk kesekian kalinya, di setiap kesabaranmu menemani mereka yang tubuhnya telah rapuh, pikirannya mulai lupa, tapi cintanya padamu tak pernah pudar.

وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا

Artinya: “...dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu.” (QS. Al-Isra’: 23)

Allah tidak meminta kau berangkat haji setiap tahun untuk membuktikan cintamu. Tapi Dia mengingatkan: janganlah engkau berkata “ah” kepada keduanya, janganlah engkau membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Di sanalah surga menunggu—bukan di langit yang jauh, tapi di senyum yang kau hadiahkan pada orang tua yang telah menua demi dirimu.

Penutup: Jadikan Adab Sebagai Jiwa Islam-Mu

Wahai saudaraku, dunia ini sedang kehausan—bukan karena kekurangan air, tapi karena kekurangan kelembutan akhlak.

Maka jadilah engkau orang yang membawa air itu. Bukan dengan suara keras, tapi dengan tingkah laku yang indah. Bukan dengan argumen, tapi dengan kesabaran. Bukan dengan penghakiman, tapi dengan rahmat.

Karena Islam tidak akan dikenal dari apa yang kau tulis di media sosial—tapi dari bagaimana kau memperlakukan ibumu, melayani tamumu, memaafkan musuhmu, dan menjaga rahasia saudaramu.

Inilah adab. Inilah Islam. Inilah jalan menuju ridha-Nya.

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat denganku pada hari Kiamat adalah yang terbaik akhlaknya.”
(HR. Tirmidzi)

Artikel Populer

Apa rahasia di balik kesuksesan para miliarder?

ANATOMI KECANDUAN: Bagaimana Drama Korea Merampok Waktu Hidup Lo

Sabar yang Hidup – Bukan Pasif, Tapi Penuh Daya

PUBLIKASI

  • Sedang memuat...

Arsip