Mantan Napiter ke Ketua RW: Sri Puji dan Seni Memetik Cahaya dari Masa Lalu yang Kelam
![]() |
Foto: Sri Pujimulyo Siswanto (dua dari kiri).(Eka Setiawan) |
Di sebuah permukiman padat di Semarang, Sri Puji Mulyo Siswanto membuktikan bahwa sebuah masa kelam bukanlah akhir dari segalanya. Sosok yang pernah terlibat dalam jaringan terorisme itu justru kini ditunjuk oleh kepercayaan warga untuk memimpin mereka sebagai Ketua RW XI. Sebuah lompatan keyakinan yang langka, di mana masa lalu yang kelam berubah menjadi modal untuk membangun masa depan.
Pada sebuah pemilihan yang bersejarah, 19 Januari 2025, Puji meraih kemenangan telak. Dukungan 175 suara dari 306 warga menjadi bukti nyata bahwa mereka memilih berdasarkan kinerja dan integritasnya yang sekarang, bukan bayangan masa lalunya. Pelantikannya pada 31 Januari 2025 berlangsung lancar, diwarnai bukan oleh kecurigaan, melainkan oleh semangat penerimaan dan harapan akan kepemimpinan barunya.
Jejak Kelam dan Proses Penyadaran
Dua puluh tahun silam, kehidupan Puji berjalan pada rel yang berbeda. Ia pernah memainkan peran pendukung dengan menyembunyikan buronan teroris seperti Noordin M Top dan Abu Tholut. Sebuah keputusan yang membuatnya harus berhadapan dengan hukum dan menjalani masa tahanan di Lapas Kedungpane hingga 2015.
Namun, penjara justru menjadi ruang kelas kehidupannya yang paling berharga. Di balik jeruji, pikirannya yang dahulu tertutup oleh doktrin radikal perlahan dibuka melalui pembinaan dan dialog. Ia menyadari sebuah paradoks: bahwa Islam justru berkembang dengan damai di tanah airnya, bertentangan dengan keyakinan lamanya bahwa kekerasan adalah jalannya.
“Saya menyaksikan sendiri, Islam tumbuh subur tanpa konflik. Ia justru lebih bermakna ketika dijalankan dengan kedamaian,” ujar Puji, merefleksikan titik balik perjalanan hidupnya.
Membangun Kembali dari Nol
Pascabebas, tantangan terbesarnya adalah merebut kembali kepercayaan masyarakat. Ia memulai dari bawah, mencoba berbagai usaha dari rental mobil, berjualan susu, hingga akhirnya menemukan pijakan yang kokoh dengan berjualan seblak. Kehidupan ekonomi yang stabil membuka jalan bagi partisipasinya yang lebih luas.
Keterlibatannya dalam kegiatan sosial dimulai dari menjadi ketua takmir musholla, hingga akhirnya dipercaya memimpin Yayasan Persadani pada 2022. Yayasan ini menjadi wujud komitmennya untuk mendampingi mantan narapidana terorisme lainnya, membantu mereka merajut kembali kehidupan sosial dan ekonominya. “Kami hadir untuk memastikan mereka tidak sendirian dalam menata hidup baru,” tegasnya.
Kepemimpinan Baru dengan Prinsip Baru
Sebagai Ketua RW yang baru, Puji langsung mengambil langkah-langkah konkret. Fokus utamanya adalah membangun tata kelola yang transparan, khususnya dalam hal anggaran—sebuah isu yang kerap menjadi sumber ketidakpuasan warga. “Kekecewaan warga seringkali bukan pada sistemnya, tetapi pada ketidakjujuran dalam pelaksanaannya,” paparnya.
Dalam rapat pertamanya, ia memperkenalkan inisiatif berani: pembentukan Seksi Kerukunan Umat Beragama. Langkah ini, yang mengacu pada peraturan walikota, adalah upaya proaktif untuk memperkuat harmoni sosial di tingkat akar rumput, menjawab tantangan polarisasi yang mengemuka di masyarakat.
Masa Lalu Sebagai Bahan Renungan, Bukan Belenggu
Yang menarik, Puji tidak lari dari masa lalunya. Ia justru mengakuinya dan bahkan mengambil pelajaran berharga dari pengalaman tersebut. Kemampuan organisasi, retorika, dan kepemimpinan yang ia pelajari di masa lalu, kini ia alihkan untuk tujuan yang positif dan membangun.
“Saya belajar menjadi organizer yang baik, bekerja dengan tulus, dan memimpin dengan tegas. Nilai-nilai itulah yang saya bawa sekarang, sambil membuang jauh-jauh cara-cara kekerasan,” katanya dengan penuh keyakinan.
Ia tidak menganggap dirinya pahlawan, melainkan seorang yang beruntung mendapat kesempatan kedua. Pengalamannya yang kelam kini ia jadikan ‘pagar peringatan’ bagi generasi muda agar tidak terjerumus ke jalan yang sama.
Sebuah Teladan tentang Arti Penerimaan
Kisah Sri Puji Mulyo Siswanto adalah narasi yang menyejukkan di tengah hiruk-pikuk isu intoleransi. Ia adalah bukti hidup bahwa rekonsiliasi dan perubahan yang tulus adalah mungkin. Masyarakat RW XI telah mengajarkan sebuah pelajaran berharga: bahwa penilaian tertinggi terhadap seseorang seharusnya terletak pada pilihan dan kontribusinya di masa kini, bukan pada kesalahan yang ia perbuat di masa lalu. Dalam kepemimpinan Puji, mereka tidak hanya memilih seorang ketua RW, tetapi juga memilih untuk mempercayai proses pertobatan dan kekuatan sebuah kesempatan kedua.
Komentar
Posting Komentar