Sebuah Langkah Nyata Rekonsiliasi: 20 Mantan Napiter Raih Rekor MURI dalam Upaya Deradikalisasi di Universitas Semarang
Semarang (9/11/2023) - Sebanyak 20 mantan narapidana terorisme (napiter) menorehkan sejarah baru dengan meraih penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Rekor ini dicapai dalam Seminar Nasional "Pencegahan Paham Radikalisasi Bagi Mahasiswa Indonesia Menuju Generasi Emas 2045" yang digelar di Universitas Semarang (USM).
Kehadiran para mantan napiter ini menjadi bukti nyata proses reintegrasi sosial yang berhasil. Mereka berbagi kisah tentang perjalanan hidup yang pernah tersesat dalam paham radikal, hingga akhirnya menemukan jalan pulang ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seluruhnya merupakan hasil pembinaan deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang telah berhasil kembali ke masyarakat.
Proses Penyadaran dari Dalam Penjara
Salah satu mantan napiter, Sri Pujimulyo Siswanto, yang kini menjabat Ketua Yayasan Persadani, memaparkan pengalamannya. "Awal keterpaparan saya berawal dari lemahnya fondasi pendidikan agama dalam keluarga. Keinginan untuk mendalami agama justru membawa saya ke pengajian-pengajian yang mengajarkan pola pemikiran eksklusif," tuturnya.
Proses radikalisasi yang dialami Sri Puji berlangsung bertahap. "Muncul sikap merasa paling benar, membatasi pergaulan hanya dengan komunitas sendiri, dan mulai menumbuhkan kebencian terhadap pemerintah," kenangnya.
Sri Puji terlibat dalam jaringan Noordin M. Top dan Dr. Azahari, serta dua kali menjalani hukuman terkait kasus terorisme. "Proses penyadaran justru datang saat saya mengikuti program deradikalisasi di penjara. Melalui diskusi dan dialog dengan berbagai pihak, saya mulai melihat kebenaran yang selama ini tertutup," ujarnya.
Tantangan Stigma dan Proses Penerimaan Kembali
Proses kembali ke masyarakat tidak mudah. Sri Puji mengakui sempat mengalami stigma negatif sebagai mantan napiter. "Keberhasilan reintegrasi saya tidak lepas dari peran Ketua RT yang memberikan kepercayaan dengan mengangkat saya sebagai ketua takmir masjid. Pendekatan yang merangkul ternyata sangat efektif dalam proses pemulihan," paparnya.
Pendapat senada disampaikan Joko Priyono, mantan napiter lainnya. "Awal keterlibatan saya berawal dari aktivitas keagamaan di kampus pada 1993. Saya mengingatkan adik-adik mahasiswa untuk mempelajari agama dari guru yang jelas dan benar," pesannya.
Komitmen Bersama Melawan Radikalisme
Acara ini dihadiri langsung oleh Kepala BNPT Komjen Pol. Prof. Dr. Rycko Amelza Dahniel, M.Si beserta jajaran pimpinan BNPT. Dalam sambutannya, Rycko menegaskan bahwa paham radikal terorisme bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan.
"Radikalisme diawali dengan sikap intoleransi yang tidak mampu menerima perbedaan. Paham ini mengajarkan kekerasan, menebar kebencian, dan melakukan tindakan biadab terhadap sesama manusia," tegas Rycko.
Kepala BNPT juga menyampaikan apresiasi tinggi kepada Universitas Semarang sebagai pelopor kampus kebangsaan. "USM telah menjadi pelopor dalam menjaga nilai-nilai keindonesiaan dan membangun infrastruktur preventif terhadap radikalisme," pungkasnya.
Seminar ini tidak hanya menjadi ajang pemecahan rekor, tetapi juga simbol harapan baru dalam upaya deradikalisasi dan pembangunan perdamaian di Indonesia. Keberhasilan 20 mantan napiter ini membuktikan bahwa proses rekonsiliasi dan reintegrasi sosial merupakan bagian penting dalam memutus mata rantai radikalisme.
Komentar
Posting Komentar