“Mewujudkan masyarakat yang harmonis, inklusif, dan bebas dari paham radikal melalui pendekatan persaudaraan, edukasi, dan kolaborasi.” #SalamGayengPersaudaraan

Growth Mindset dalam Perspektif Islam: Belajar dari Carol Dweck, Imam Al-Ghazali, dan Ibnu Qayyim

Bayangkan seorang santri muda duduk bersila di ruang perpustakaan yang sunyi. Matanya tertumbuk pada kitab klasik yang ditulis Imam Al-Ghazali hampir seribu tahun lalu. Di halaman yang menguning, ia membaca: "Ilmu itu didapat dengan geraknya lidah, banyaknya pertanyaan, dan ketajaman pemahaman."

Beberapa minggu kemudian, di kelas psikologi modern, ia mendengar dosennya menjelaskan teori Carol Dweck dari Stanford University: bahwa kecerdasan bukanlah takdir, melainkan sesuatu yang bisa dikembangkan. Santri itu tersenyum. Ia menyadari bahwa kebenaran memang satu — apa yang ditemukan ilmuwan modern abad ke-21 telah disampaikan para ulama kita berabad-abad silam. 

 

image @sites.dartmouth.edu


 

 

Konsep Psikologi Modern

Carol Dweck, dalam penelitian puluhan tahunnya, membagi pola pikir manusia menjadi dua:

  • Fixed Mindset: Keyakinan bahwa kemampuan adalah bawaan dan tetap. Orang dengan pola pikir ini cenderung menghindari tantangan, takut pada kegagalan, dan menganggap usaha sebagai sesuatu yang memalukan.
  • Growth Mindset: Keyakinan bahwa kemampuan dapat dikembangkan melalui dedikasi dan kerja keras. Kegagalan bagi mereka adalah peluang untuk belajar, bukan akhir dari segalanya.

Dalam penelitiannya, Carol Dweck memberikan soal-soal sulit kepada anak-anak sekolah.
Sebagian anak berkata, “Aku tidak bisa mengerjakannya.”
Sebagian lagi berkata, “Aku belum bisa — tapi aku akan coba lagi.”

Hasilnya menakjubkan:
Anak-anak dengan growth mindset lebih tangguh menghadapi kegagalan, memiliki semangat belajar yang lebih tinggi, dan akhirnya meraih nilai akademik lebih baik.

Dweck kemudian memperkenalkan istilah “The Power of Not Yet” — kekuatan dari kata belum.
Ketika guru mengatakan “Kamu belum bisa” alih-alih “Kamu gagal”, siswa akan memandang kesulitan sebagai peluang untuk belajar, bukan alasan untuk menyerah.

Fenomena ini berlaku pula di dunia kerja dan pendidikan tinggi: mereka yang yakin bahwa kemampuan bisa diasah cenderung lebih sukses karena mereka tidak takut mencoba hal baru.

Refleksi dalam Pemikiran Islam Klasik

Islam sejak awal menanamkan nilai-nilai growth mindset dalam bentuk yang lebih dalam: keyakinan bahwa usaha (ikhtiar) dan kesabaran (sabr) adalah jalan menuju kesempurnaan diri.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menggambarkan proses pencarian ilmu sebagai perjalanan transformatif. Beliau menulis:

"Ilmu itu tidak akan diperoleh kecuali dengan belajar, dan sabar terhadap kesulitan belajar adalah kunci bagi yang ingin mencapai puncak."

Pernyataan ini sejalan dengan riset modern: kemampuan manusia bertumbuh dengan latihan dan kesabaran.

Sementara Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Miftah Dar as-Sa'adah memberikan metafora yang indah:

"Hati itu seperti tanah yang subur. Jika tidak kau tanami benih kebaikan, akan tumbuh rumput liar kemalasan dan keputusasaan."

Fixed mindset, dalam pemahaman ini, adalah membiarkan "rumput liar" tersebut tumbuh subur dalam pikiran kita.

Refleksi dari kedua ulama tersebut menyiratkan bahwa setiap keberhasilan dalam ilmu, pekerjaan, atau kehidupan tidak mungkin dicapai tanpa ketekunan yang terus berulang, meskipun penuh rintangan.

Landasan Ilahiyah

Konsep ini menemukan pondasinya yang paling kokoh dalam firman Allah SWT:

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd: 11)

Ayat ini adalah manifestasi sempurna dari growth mindset ilahiyah. Perubahan dimulai dari dalam — dari niat, usaha, dan cara berpikir kita. Allah menjamin perubahan bagi mereka yang mau mengubah diri terlebih dahulu.

Sabda Rasulullah ﷺ:

“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia menyempurnakannya.”
(HR. al-Baihaqi)

Panduan Praktis Menumbuhkan Growth Mindset

1. Pujilah Proses, Bukan Hanya Hasil

Katakan pada siswa, anak, atau diri sendiri:

“Kamu berusaha keras dan menemukan cara yang bagus,”
alih-alih
“Kamu memang pintar.”

Dweck membuktikan bahwa memuji usaha dan strategi menumbuhkan keberanian untuk mencoba hal baru.
Islam juga menekankan kualitas proses, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia menyempurnakannya.”
(HR. al-Baihaqi)

2. Ubah Self-Talk: Dari “Aku Gagal” ke “Aku Belum Berhasil”

Kata “belum” menciptakan ruang untuk tumbuh.
Saat gagal, katakanlah: “Aku belum bisa, tapi aku sedang belajar.”
Ini bukan sekadar motivasi, tapi bentuk husnuzhan (berbaik sangka) kepada Allah bahwa setiap kegagalan adalah bagian dari proses pendidikan-Nya.

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 216)

3. Pandang Tantangan Sebagai Latihan untuk Otak dan Jiwa

Otak kita, menurut ilmu neurosains, dapat berubah dan membentuk koneksi baru setiap kali kita belajar hal baru.
Inilah yang disebut neuroplastisitas — kemampuan otak untuk tumbuh.
Dalam Islam, konsep ini sejalan dengan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa): latihan terus-menerus agar hati dan pikiran menjadi lebih kuat.

Integrasi dalam Kehidupan Muslim

Lalu, bagaimana kita mempraktikkan growth mindset Islami dalam keseharian?

  • Memaknai Ulang 'Usaha' sebagai Ibadah
    Setiap kali kita berusaha belajar hal baru, mengatasi kesulitan, atau bangkit dari kegagalan, itu adalah bentuk pengabdian kepada Allah. Imam Syafi'i pernah berkata: "Siapa yang ingin dunia, hendaklah dengan ilmu. Siapa yang ingin akhirat, hendaklah dengan ilmu."
  • Memahami 'Tawakal' yang Aktif
    Tawakal bukanlah pasrah tanpa usaha. Tawakal adalah berusaha semaksimal mungkin, kemudian berserah diri kepada Allah atas hasilnya. Inilah keseimbangan sempurna antara growth mindset dan ketundukan kepada Ilahi.
  • Melihat Kesulitan sebagai Ladang Pahala
    Dalam hadits qudsi, Allah berfirman: "Jika Aku menguji hamba-Ku dengan mengambil kedua matanya dan ia bersabar, maka Aku gantikan dengan surga." (HR. Bukhari). Setiap kesulitan dalam proses belajar adalah kesempatan untuk mengumpulkan pahala.

Penutup

Seorang petani tidak bisa memaksa biji untuk tumbuh, tetapi ia wajib menyirami, memupuk, dan merawatnya. Begitu pula dengan potensi kita. Allah telah memberikan benih kemampuan dalam setiap diri. Tugas kita adalah menanamnya dengan sabar, merawatnya dengan usaha maksimal, dan kemudian bertawakal atas hasilnya.

Pola pikir bertumbuh bukan sekadar teori psikologi — ia adalah warisan intelektual Islam yang tercermin dalam kitab-kitab ulama kita, berlandaskan firman Tuhan, dan terbukti secara ilmiah. Mari kita jadikan hidup ini sebagai medan pertumbuhan terus-menerus — menuju ridha Ilahi.

 

Sumber Referensi:

  • Dweck, C. (2006). Mindset: The New Psychology of Success
  • Al-Ghazali. Ihya' Ulumuddin
  • Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Miftah Dar as-Sa'adah
  • Al-Qur'an dan Terjemahannya

 

Komentar

Artikel Populer

Bersama Mewujudkan Perubahan

Neuroplastisitas: Bukti Ilmiah Bahwa Pikiran Dapat Mengubah Otak — dan Iman Dapat Menguatkannya